Page tree

Bagikan:  


Yuk belajar caranya menjadi pemimpin yang lebih inklusif dari sesi panel diskusi kami!

Apa maksudnya menjadi pemimpin yang inklusif. Artinya adalah orang yang menyadari akan bias atau subjektivitas nya kemudian aktif mencari tahu atau mempertimbangkan perspektif lain untuk menciptakan sebuah proses pengambilan keputusan dan kolaborasi yang lebih efektif. Tapi itu baru pengertian umum saja. Untuk menggali tentang kepemimpinan inklusif lebih dalam, Home Credti Group mengadakan Panel Diskusi tentang Kepemimpinan Inklusif.

Di tanggal 10 Maret 2022, sesi diskusi ini dipandu oleh Renata Mrázová (Group Chief People Officer) dan panelis termasuk; Jana Pěchoučková, (CFO, Home Credit Philippine), Viktoriya Alemanova, (Chief Marketing Officer, Home Credit Russia), Sheldon Chuan, (Chief Marketing & Digital Officer, Home Credit Indonesia) dan Michal Skalický, (Chief Customer Officer, Home Credit Vietnam).

Jadi, apa saja wawasan yang didapat? Ini beberapa highlight-nya.

Bagaimana caranya menjadi pemimpin yang inklusif?

“Penting untuk berempati, dan saya mau berbagi ke kolega dan tim saya hal-hal yang menjadi perhatian saya. Saya perlu untuk bisa membahas dengan mereka tentang apa yang saya yakini dan tidak yakini.” ucap Sheldon.

“Miliki tim yang beragam agar kamu paham orang-orang dan pelanggan yang berbeda agar bisa mencari solusi. Mendengar secara aktif itu penting. Hilangkan biasmu. Dengarkan apa yang mereka yakini dan kenapa mereka merasa begitu.” ucap Viktoriya.

Apa sikap yang harus dimilki seorang pemimpin inklusif?

“Penting untuk melakukan hal yang benar dan memimpin melalui contoh. Kita harus punya ekspektasi terhadap orang lain dan diri kita sendiri. Kecerdasan emosional sampai pada tingkat tertentu harus kita atur agar jadi inklusif.” ucap Jana.

“Untuk belajar dan bereksplorasi adalah salah satunya. Jadilah orang yang selalu mau tahu.” ucap Mikhal.

“Penting untuk punya perspektif yang berbeda dari beragam fungsi. Di budaya kerja kita, kamu nggak bisa kerja sendiri. Kamu bekerja dengan function berbeda yang bisa kamu kelola. Integrasi dibentuk melalui cara kita mendengar, dan itu salah satu sikap terpenting dalam inklusivitas.” ucap Viktoriya.

Pernahkah kamu  mengalami perasaan nggak dianggap dan apakah itu berdampak pada caramu memimpin?

“Saya belajar untuk menghargai perbedaan budaya setelah hidup di berbagai negara. Saya merasa bahwa memahami budaya dan nuansanya itu penting. Tapi saya juga menerima rasisme, dan satu-satunya cara untuk melawannya adalah jangan membiarkan itu mempengaruhi kamu. Lakukan hal baik, dan terimalah perbedaan.” ucap Sheldon.

“Saya pernah jadi satu-satunya perempuan di tim dan itu berat. Awalnya saya mencoba bersikap seperti laki-laki. Tapi, itu gagal, dan saya jadi sadar kelebihan saya sebagai perempuan. Saya lebih fleksibel, lebih kalkulatif, dan lebih mendengarkan orang lain.” ucap Viktoriya.

“Saya pernah kerja di Yunani dengan bos yang hebat, tapi ini ide dia dan perusahaannya nggak suka. Dan pergi ke negara baru dengan keluarga dan hanya satu orang di perusahaan yang mendukungmu itu sangat sulit.  Saat kami kesana dan membangun tim, perusahaannya mulai berubah pendapat dan mendukung kami. Ini menunjukkan bahwa keteguhan dan beberapa orang ambisius dapat menggerakkan gunung. Tapi, butuh seenggaknya satu orang di organisasi yang sudah mendukung kami.” Ucap Mikhal.

Apa saranmu untuk orang-orang yang menghadapi situasi yang sama?

“Saya mendorong kita semua agar menjadi orang yang problematic di sebuah tim. Ini bukan berharap orang itu akan bereaksi sesuai yang kita mau. Tapi, saya tahu jika satu orang sedang melawan saya, saya lebih pilih mendorong yang lainnya untuk berempati di situasi itu.” ucap Jana.

“Meskipun kamu merasa sendiri, sebenarnya kamu engga. Fokuslah ke orang-orang yang bisa kamu bantu.” ucap Mikhal.

Dan ini tips terakhir dari para panelis yang kami rangkum.

“Jangan berasumsi. Tetap rendah hati. Dengarkan orang lain lebih banyak, dan kurangi berbicara. Jadi berani, penasaran, dan siap dengan naik turunnya keadaan. Dan terakhir, ada di sisi seseorang agar mereka nggak merasa sendirian.”

Terima kasih kepada para panelis yang hebat untuk diskusi penuh wawasan ini. Harapannya kita semua bisa menjadi pemimpin yang lebih baik, dan yang lebih inklusif juga.